Melayang, Terbang, Jatuh: Ulasan, Analisis, dan Penjelasan Kara no Kyoukai 1 - Fukan Fuukei
Informasi Umum:
Sutradara: Ei Aoki
Naskah: Masaki Hiramitsu
Cerita Asli: Kinoko Nasu
Produser: Hikaru Kondo, Atsuhiro Iwakami
Perusahaan Pemroduksi: Aniplex, Kodansha, Notes
Studio: ufotable
Pemeran: Maaya Sakamoto, Kenichi Suzumura, Honda Takako, Rie Tanaka, Ayumi Fujimura
Sinematografi: Seiji Matsuda, Yuichi Terao
Musik: Yuki Kajiura, Kalafina
Tanggal Rilis: 1 Desember 2007
Durasi: 50 menit
Genre: Action, Mystery, Supernatural, Thriller
Skor di MyAnimeList: 7,62/10 dari 155,869 users
Skor Mimin Pribadi: 8/10
-----------------------------------
PERHATIAN SEBELUM MEMBACA !!
Tulisan ini hanya dibaca untuk yang sudah menonton filmnya. Bagi yang belum, jangan dibaca karena akan penuh dengan spoiler.
-----------------------------------
Ulasan
Kara no Kyoukai, adalah seri light novel yang ditulis oleh Kinoko Nasu, yang terbit mulai tahun 1998 sampai 1999, dengan tujuh bagian cerita. Yang kemudian diadaptasi ke format film anime oleh ufotable mulai dari tahun 2007 sampai 2013.
Dan ini adalah cerita pertamanya, "Pemandangan Dari Atas".
Kara no Kyoukai termasuk ke dalam seri Nasuverse, dan sama seperti saudaranya, Fate/series, ceritanya tidak berurutan secara kronologis. Tetapi, itu memang dimaksudkan seperti itu.
Sebagai cerita pertama, pastinya berfungsi sebagai "pengenalan", baik itu untuk karakter dan cerita, dan dunianya. Dan Fukan Fuukei tetap berhasil kok sebagai pengenalan walaupun secara kronologis bukan yang paling pertama. Yang kemudian akan semakin didalami di cerita-cerita selanjutnya, yap, walaupun urutan kronologisnya acak dan bahkan sebelum cerita pertamanya.
Yang paling penting untuk dipahami terlebih dahulu, adalah sebuah konsep tentang hidup dan kematian, yang diperkenalkan cukup baik di film pertamanya. Baru di cerita seterusnya kita akan mendalami karakter-karakternya yang berputar di konsep yang diperkenalkan di film pertama ini.
Fukan Fuukei mengambil topik yang sering terjadi di sekitar kita, yaitu bunuh diri. Terjadi kasus bunuh diri secara beruntun di Gedung Fujou yang tertinggal. Dan kasus bunuh diri ini memiliki kaitan dengan hal supernatural. Dan semakin ceritanya berjalan, bermunculan berbagai macam tema lain, mulai dari dorongan yang timbul saat kita memandang dari tempat tinggi, harapan yang kemudian pupus, dan tujuan hidup dan pelarian yang disimbolkan dengan "melayang" dan "terbang". Semua hal ini diceritakan dengan sangat baik dengan hanya durasi 50 menit. Dengan visual dan animasi yang mengagumkan dari ufotable, dan musik yang intens dan juga emosional dari Yuki Kajiura.
Di tontonan pertama, biasanya orang-orang, bahkan termasuk saya, sulit untuk mencerna keseluruhan ceritanya. Namun visual dan musik yang mengagumkan tetap membuat kita terus duduk menonton sampai habis. Walau bisa saja kita malah tertidur sampai habis:v
Di sini segala point-point tidak semuanya dijelaskan dan dinarasikan secara gamblang, kebanyakannya tanpa dialog, dan meminta kita untuk mengamati setiap adegannya untuk lebih memahaminya.
Beberapa adegan dari novelnya dibuang, dan diganti dengan hal yang baru, yang menurut saya, cukup penting untuk memberi kedalaman bagi karakternya yang masih "hampa" di versi novelnya.
-
Analisis.
ini bisa jadi sangat panjang. Di mana saya akan breakdown ceritanya per adegannya dan menjelaskan tema-temanya (yang banyak) dan mendalami para karakternya.
Dan mohon maafkan saya kalau pada akhirnya nanti banyak mutar-mutar topik, karena saya juga sulit menuangkan apa yang saya analisa ke dalam kata-kata. Walaupun film pertama ini sudah saya tonton 4 kali.
-
Cerita dimulai dengan seorang laki-laki bernama Mikiya yang datang ke apartemen seorang perempuan bernama Ryougi Shiki.
Ryougi Shiki terlihat seperti gadis tomboi, dengan cara bicaranya macam tak akrab sama sekali dengan Mikiya. Sementara Mikiya tampaknya sudah lama mengenal Shiki, bahkan dia spontan membeli es krim stroberi saat memikirkan Shiki dan jaket kulit merahnya. Namun Shiki tetap menolak. Well, Mikiya bilang kalau stroberi itu berasal dari famili mawar. Nah, stroberi sendiri menyimbolkan kelahiran kembali. Dan mawar, apalagi yang warna merah, menyimbolkan cinta sejati. Baru diawal, dan ternyata Mikiya sudah seromantis ini:D
Mengenai simbol dari stroberi, kita bakal semakin tahu maksudnya di cerita selanjutnya.
Opening credits, dengan nyanyian yang menyentuh dan emosional. Bless Yuki Kajiura. Diawali dengan pemandangan dari tempat tinggi, dan seorang perempuan yang berjalan mendekati ujung gedung. Kemudian, berganti ke adegan seekor kupu-kupu, yang melihat capung yang terbang, kemudian tertarik untuk ikut terbang dan mengikutinya. Namun dia tidak bisa mengikutinya sekeras apapun dia terbang, kemudian gagal dan jatuh. Walaupun terasa menyedihkan, kupu-kupu yang terjatuh ini terlihat indah. Adegan kupu-kupu berakhir. Kemudian terlihat sebuah mayat seorang perempuan tergeletak di tanah dengan darah segar mengalir.
Apa maksudnya adegan kupu-kupu dan capung ini? Perempuan itu bunuh diri? Hal ini akan terjelaskan nanti.
Berada di tempat yang kelihatan seperti kantor, dengan berita tentang kasus bunuh diri beruntun terdengar dari TV. Kemudian kita kilas balik di malam hari saat Shiki pergi memeriksa Gedung Fujou. Dan beuh, adegan ini intens dan creepy bikin merinding. Musik yang intens dari Kajiura, kemudian pemandangan kumpulan gedung tinggi yang terbengkalai dengan lampu-lampu di satu titik yang menambah keabnormalan tempat tersebut. Sepi, tak ada orang lalu lalang. Namun seekor anjing terlihat berjalan, meninggalkan jejak kaki berwarna merah darah, dan terlihatlah mayat korban bunuh diri yang masih segar. Shiki melihat ke atas, dan melihat 8 "hantu" dan satu "hantu yang berbeda" melayang di atas Gedung Fujo. Padahal, di saat itu, korban bunuh diri baru berjumlah 4 saja. Lalu dijelaskan oleh Touko kalau arus waktu di Fujo itu berbeda. Arus waktunya mundur dan lamban untuk mengikuti arus waktu yang normal. Makanya sudah ada 8 hantu di sana walau korbannya belum berjumlah 8. Touko juga menjelaskan kalau selama masih ada yang mengingat seseorang walau sudah mati, maka keberadaannya tak akan benar-benar menghilang. Kemungkinan itulah hantu itu. Hantu-hantu itu cuma bentuk ingatan atau rekaman.
Setelah itu, Aozaki Touko mulai menjelaskan tentang para korban bunuh diri. Dan apa yang menyebabkan mereka melompat bunuh diri. Dia mulai menjelaskan tentang "High Place Phenomenon" (Fenomena Tempat Tinggi). Di saat kita berada di tempat tinggi, pemandangan yang terlihat tampak luar biasa. Bahkan cuma pemandangan orang berjalan kaki pun luar biasa. Diri kita yang berada di tempat tinggi, menciptakan batasan antara diri kita dan dunia. Kita menyadari betapa luas dan besarnya dunia yang kita tinggali. Dan kita mengabaikan tempat kecil, yaitu tempat tinggi yang kita pijak sekarang. Tetapi bagaimanapun itu, kita tak bisa merasakan dunia luas tersebut sebagai tempat yang kita tinggali. Kita begitu terpaku dengan pemandangan dunia luas yang kita lihat, tapi kita juga merasa kalau seperti tak pernah hidup di sana. Karena itu, alasan yang diwakilkan oleh pengetahuan, dan pengalaman yang diwakilkan kesadaran akan saling bertubrukan, dan menciptakan kebingungan. Dan saat itulah, kita menjatuhkan diri kita. Touko juga bilang kalau kasus ini bukan sekedar kasus yang normal, tapi ada hubungannya dengan hal yang supernatural.
Menurut saya, mengenai fenomena ini dijelaskan lebih sederhana saat saya searching mengenai penelitian tentang hal ini di google: Di tempat tinggi, kita merasa takut ketinggian, tapi entah kenapa terkadang terasa dorongan seperti ingin melompat. Di saat situasi ini, kita menjadi terbingung-bingung antara melompat ke bawah atau mundur ke belakang. Dorongan yang kita rasakan bisa jadi adalah mundur ke belakang, tetapi karena kebingungan, kita menyimpulkannya sebagai dorongan untuk melompat. Bahkan orang-orang yang tak punya pikiran untuk bunuh diri pun, bisa merasakan ini. Itulah yang dijelaskan Touko, kalau para korban bunuh diri Gedung Fujo ini tak ada yang punya masalah hidup sama sekali, tapi bisa saja merasakan hal itu dan langsung memutuskan bunuh diri, tapi yang membuat ini sulit disimpulkan adalah mereka tidak meninggalkan catatan bunuh diri. Dan itu berarti mereka tidak berniat bunuh diri. Sama halnya seperti kita pergi belanja dan tiba-tiba tertabrak saat nyebrang. Nah, Touko juga bilang kalau ini disebabkan oleh hal yang tidak normal atau pasti ada kaitannya dengan hal supernatural.
Hal inilah yang juga diteliti oleh Sigmund Freud dan dia sebut sebagai "Thanatos". Fukan Fuukei sendiri memiliki subtitle yang berbunyi "Thanatos." Berdasarkan mitologi Yunani, Thanatos adalah personifikasi dari kematian. Bisa juga dia disebut sebagai dewa kematian, dewa pencabut nyawa. Dan Thanatos yang Freud sebutkan adalah insting kematian, yaitu insting untuk menyakiti (hingga membunuh) diri sendiri. Tetapi, apa alasannya para korban bunuh diri datang ke gedung Fujo, kalau mereka sendiri tidak berniat untuk mati? Apakah gedung Fujo ini magnet yang menarik mereka?
Pemandangan yang kita lihat dari atas terlihat indah dan membentang tanpa akhir dan batas, dan kita juga tahu apabila kita memaksakan diri untuk melompat ke bawah, itu sama saja kita membunuh diri kita, tapi justru karena pemandangan itu terlihat membentang rasanya seperti ada yang menarik kita, mengundang kita untuk melompat ke bawah. Dan yang menentukan antara lompat atau mundur, adalah kekuatan dari pikiran kita.
Pikiran negatif dan masalah hidup bisa membuat tarikan dari pemandangan yang kita lihat semakin kuat. Tapi jika kamu memang takut mati, dan selalu berpikir positif bagaimanapun itu, pasti kamu akan memutuskan untuk melawan tarikan itu dan memutuskan untuk mundur.
Berdasarkan pengalaman pribadi, yah, saya takut banget ama ketinggian, jari-jari langsung keringat dingin kalau udah berada di tempat tinggi, dan melihat vertikal ke bawah, dan pikiran saya juga ada dorongan sesuatu gitu, tapi saya langsung segerakan untuk mundur dan tak memandang ke bawah lagi. Saya rasa sama halnya seperti yang sering kita lihat di film adventure atau thriller, di mana mereka harus melewati jembatan kecil yang rusak yang berada di tempat tinggi banget. Dan saat mereka melihat ke bawah, di situlah keseimbangan mereka langsung goyah dan ketakutan menguasai mereka, tapi terkadang hal itu juga yang menyebabkan mereka berakhir naas.
Well, i guess it's enough. Karena ini bakal kita perdalam lagi belakangan.
Lanjut ke cerita, kita melihat Mikiya terduduk di sofa tertidur seperti orang mati, dan saat Shiki menyenggolnya, Mikiya memang langsung tumbang. Touko bilang, "Kapan dia akan kembali kepada kita?" Shiki mencurigai ini ada kaitannya dengan kasus bunuh diri beruntun tersebut, dan langsung pergi terburu-buru menyelidiki ke gedung Fujou.
Di gedung kotor, kumuh, terbengkalai dan terlupakan. Gedung yang hanya baru dilirik oleh publik kembali saat terjadi kasus bunuh diri beruntun ini.
Di sini Shiki berhadapan dengan hantu yang berambut panjang, apa yang orang Indonesia sebut sebagai Kuntilanak:v
Tangan kirinya entah kenapa seperti dikendalikan, dan kita lihat tangannya itu seperti bukan tangan seorang manusia, tapi seperti tangan boneka. Hantu ini memberikan sugesti pada Shiki untuk "terbang". "Bisakah kau terbang?" tanyanya. Tapi Shiki menolak ini, bahkan dia langsung memotong "tangan bonekanya" tanpa ragu.
Setelah itu Shiki datang ke kantor Touko untuk meminta diperbaiki tangannya. Mereka terlihat berada di tempat yang banyak boneka bergelantungan.
"Boneka dan tangan buatan bisa dibuat serealistis mungkin. Tapi mereka tidak lain hanyalah wadah jika tidak dimasukkan jiwa di dalamnya. Tubuh manusia pun begitu. Tubuh tanpa jiwa itu tak memiliki arti. Itu hanya jadi wadah/cangkang kosong. Sama seperti dirimu di masa lalu." kata Touko.
Jadi di sini, kita mendapatkan sedikit background tentang karakter Shiki, yang akan diperdalam di cerita selanjutnya. Bagian ini gak ada di versi novel di bagian cerita pertamanya, tapi di animenya diceritakan dan itu membuat hubungan karakter Shiki dan Mikiya jadi lebih terasa walau kita masih belum tahu detilnya macam apa.
Mikiya sendiri, melihat boneka yang dibuat Touko, selain dia melihat boneka itu sangat mirip dengan Shiki, dia juga menganggapnya itu mirip dengan kondisi Shiki saat ini. Dia tertarik dengan siapa pembuatnya, bahkan sampai menemukan kantor Touko ini yang diberi dinding sihir agar tidak didatangi orang-orang. Betapa gigihnya Mikiya kalo soal yang berhubungan dengan Shiki, walaupun saat itu Shiki hanya berupa "cangkang kosong". Bahkan sampai bisa masuki tempat yang diberi dinding sihir.
Shiki mendengar pesan yang ditinggalkan Mikiya di telepon, mengatakan kalau dia mengetahui tentang kasus bunuh diri ini, dan berniat untuk memeriksa ke gedung Fujo. Hal itulah yang membuat Mikiya seperti tubuh orang yang sudah mati. Ya, jiwanya pasti direbut saat datang ke gedung. Dan kini, Mikiya berada di keadaan yang sama seperti Shiki sebelumnya, dan Shiki tak akan membiarkannya.
Masih memikirkan tentang Mikiya, Shiki membuka kulkas, dan mengambil es krim Haagen-Dasz rasa stroberi yang dibelikan Mikiya. Awalnya Shiki menolak mentah-mentah es krim itu, but after all, Shiki ternyata peduli pada Mikiya, apalagi melihat keadaannya saat ini. Dan dia memutuskan untuk memakannya, walaupun makannya cuma pake satu tangan (karena tangan satunya lagi diperbaiki). Bagaimana kita sebut Shiki ini? Tsundere!
Lengan Shiki sudah diperbaiki dan sudah diperbaharui dengan lebih kuat, dan sudah dipasang kembali.
"Dia tidak mengindahkan peringatan dari Touko, dan jadi beginilah dia. Dia sendiri yang bikin keadaannya begini," kata Shiki, membicarakan Mikiya dengan dingim.
"Jadi kau tidak akan membawanya kembali?" tanya Touko pada Shiki.
Shiki tak menjawab, dan langsung buru-buru memakai jaket kulit merahnya dan pergi keluar. Dia tampak antusias dan peduli pada Mikiya, walau perkataannya sebelumnya terdengar tak peduli dan 'bodoamat' sama Mikiya. Melihat ini, Touko tertawa kecil. Bagaimana kita sebut ini? Tsundere! Juga Kuudere!
Shiki tiba di gedung Fujo, dan langsung naik lift untuk pergi ke atap. Dia memakai jas hujan kuning yang persis seperti dipakai Saber di seri Fate/stay night, padahal ini tidak ada lho di novelnya. Saya anggap ini tribute dari ufotable.
Sesampainya di sana, Shiki menyebut hantu berambut panjang yang dia hadapi sebelumnya itu sebagai 'jahat' karena dialah yang menuntun para gadis itu untuk melompat mengakhiri hidup mereka. Dan karena itu, Shiki akan membunuhnya.
And the battle begins! Dengan musik yang eargasm banget, bikin kepala goyang-goyang sendiri. Di tontonan pertama saya, di momen inilah saya jatuh cinta dengan Kara no Kyoukai. Ya, karena musiknya. Wonderful! Apalagi pemandangan gedung-gedung yang disajikan, benar-benar terlihat indah walaupun cuma kumpulan gedung berkarat. Pada akhirnya, 'pemandangan dari atas itu indah'.
Di pertarungan ini, Shiki memperlihatkan dirinya yang bagai bukan manusia, dia melompat dari gedung ke gedung tanpa ragu. Apalagi kalau sebelumnya kita lihat kalau di masa lalu dia adalah cangkang kosong, kemudian tangan palsunya, kemudin bisa melihat hantu, bahkan menebas hantu. Matanya bersinar bermacam warna, dan bisa melihat garis tebas di 'badan' para hantu, dan menebasnya.
Hantu-hantu itu menghilang dengan membuat warna yang indah. Sementara itu, hantu berambut panjang terus-terusan mencoba memasang sugesti pada Shiki untuk 'jatuh'. Tapi Shiki, yang bahkan tak tahu rasanya hidup itu seperti apa, dan juga tak tahu penderitaan dari hidup itu bagaimana. Karena itu sugesti itu tak mempan. Shiki sama sekali tak punya keinginan untuk 'bunuh diri'.
Dan dengan itu, Shiki menusuk dan melempar hantu itu, yang jatuh ke bawah, tampak seperti bunga lily yang indah.
Kemudian kita lihat seorang perempuan membuka matanya. Dia terbaring di ranjang. Di sebuah ruang kecil. Dia berada di sebuah kamar rumah sakit. Inilah wujud fisik hantu yang berada di gedung Fujo.
Namanya adalah Kirie Fujo.
Aozaki Touko datang ke kamarnya.
Fujo tahu kalau Touko adalah musuhnya, namun dia tersenyum, terlihat senang.
Fujo mulai menceritakan tentang kondisinya.
Dia sudah terbaring di kamar ini dalam waktu yang sangat-sangat lama. Dia bahkan tak ingat lagi sudah berapa lama (Persisnya, 10 tahun Fujo terbaring). Pastilah itu penyakit yang parah. Tidak dijelaskan detil di film, tapi berdasarkan novel, penyakit yang diderita Fujo adalah tumor. Tumor yang semakin lama terus menggerogoti tubuh Fujo. Fujo hanya bisa terbaring pasrah di sana menunggu kapan tubuhnya akan tunduk pada tumor itu sambil melihat ke pemandangan luar yang indah dari jendela, pemandangan yang tak akan bisa ia rasakan secara langsung lagi. Bukan hanya pemandangan itu lagi, tapi dia bahkan tak bisa bertemu orang lain lagi selain staf rumah sakit. Dirinya hanya melihat ke jendela di dalam kesepiannya. Dengan keadaannya, sudah tak mungkin lagi dia bisa merasakan yang namanya hidup. Semakin lama dia lihat pemandangan luar yang indah itu, semakin dia iri dan membencinya. Bukan hanya tumor yang menggerogotinya, tapi juga rasa iri dengki. Hingga tiba-tiba penglihatannya sudah melayang di langit. Keberadaan ganda. Dia mengendalikan dua tubuh dengan satu pikiran. Satu tubuhnya di kamar rumah sakit, satunya lagi melayang di langit, berada di atas gedung Fujo.
Berdasarkan penjelasan Touko, saat orang mati, keberadaan mereka tidak akan langsung menghilang selama masih ada yang mengingatnya. Dan gedung Fujo ini, memiliki nama yang sama dengan Kirie Fujo, karena memang gedung ini adalah milik keluarganya. Makanya tubuh kedua Fujo melayang di gedung Fujo.
Gedung Fujo awalnya dibuat sebagai simbol ekonomi kota. Sebagai sebuah simbol kota, dengan tingginya yang menjulang, gedung ini dibuat untuk menarik pelanggan ke situ. Tapi gedung Fujo pada akhirnya menjadi gedung terbengkalai dan ditinggalkan. Terlupakan. Bersama dengan gedung-gedung di sekitarnya, sama seperti Kirie Fujo. Terlihat dari foto yang berada di kamarnya, Kirie Fujo adalah anak sulung dari keluarga tersebut, namun setelah dia sakit, semua keluarganya kemudian mengalami kecelakaan (hal ini hanya diceritakan di novel). Tak punya keluarga, dan tak ada yang mengunjunginya. Dia terlupakan. Seolah-olah tidak benar-benar berada di dunia luas yang dia tinggali.
Dengan tubuh keduanya, akhirnya dia bisa melihat pemandangan itu secara langsung. Tapi pada akhirnya sama saja, tubuh keduanya hanya bisa melayang. Hanya bisa berada di gedung itu saja. Untuk mengobati kesendiriannya, dia mencoba untuk mengundang anak-anak SMA untuk datang ke gedung Fujo, untuk menemaninya di sana. Namun karena mereka hanya anak SMA biasa, mereka tak bisa melihat Fujo di sana. Mereka malah melompat ke bawah karena insting kematian yang sebelumnya kita bahas. Itu adalah keinginan mereka sendiri untuk melompat. Namun, mengapa Mikiya tidak melompat dan hanya tampak tertidur pulas?
Fujo selalu melihat Mikiya di koridor rumah sakit. Mikiya selalu datang setiap minggu, sambil membawa bunga yang indah. Itu artinya dia mengunjungi seseorang, dan selalu menunggu kesembuhannya. Fujo mengaguminya dan ingin Mikiya 'membawanya'.
[Mulai dari sini, saya tidak akan breakdown satu per satu lagi. Tapi langsung saya beri full penjelasannya.]
Pada akhirnya semuanya berputar di Mikiya. Dan hal itu sulit dimengerti karena adegannya Mikiya di sini gk banyak dan cuma tidur doang. Tapi kemudian kita tahu, kalau opening credits tentang capung dan kupu-kupu itu sebenarnya adalah yang dimimpikannya saat kesadarannya dipegang Fujo. "Aku tak tahu apakah aku capungnya atau aku yang melihat capungnya." Dua-duanya, adalah jawabannya, Mikiya.
Touko mengatakan, "Ada dua jenis pelarian: tanpa tujuan dan dengan tujuan. Aku menyebut yang sebelumnya sebagai 'Melayang', dan setelahnya sebagai 'Terbang'." Selain disebut pelarian, hal mengenai melayang dan terbang juga bisa disebut sebagai cara hidup.
Terbang itu memiliki hubungan dengan kebebasan. Terbang berarti kita memiliki kehendak untuk pergi ke manapun. Dengan terbang, kita memiliki tujuan. Di lain hal, melayang berarti kita tak memiliki kebebasan. Kita hanya mengikuti arus angin. Kita tidak bisa jatuh dan tidak juga bisa terbang. Jika kita tak memiliki arah, maka kita hanya bisa melayang. It's just feel so purposeless.
Sekarang, kita lihat Fujo. Dia memiliki penyakit parah. Dia tak bisa lagi merasakan dunia luar secara langsung. Rumah sakit bagaikan penjaranya. Dan dia pun memang tidak punya apa-apa lagi dengan dunia luar. Keluarganya sudah meninggal, orang-orang lain sudah melupakannya. 10 Tahun dia HANYA terbaring di situ. Dia hidup, tapi tak benar-benar 'hidup'. Hanya tinggal menunggu ajalnya. Kesendirian yang dia miliki tak membantunya sama sekali dan hidupnya hanya sekedar bangun tidur, melihat pemandangan di luar, kemudian kembali tidur. Hidup yang begitu-begitu aja. Namun kita bisa simpati padanya karena dia memang mengidap penyakit yang parah. Segala hubungannya dengan dunia hilang. Fujo hanya melayang. 10 tahun hidup penuh kekosongan dan tanpa tujuan.
Kemudian dia melihat Mikiya, yang setiap hari selalu datang ke rumah sakit untuk menjenguk seseorang. Dia mengagumi Mikiya yang sangat setia dan sabar menunggu kesembuhan orang itu. Fujo yang saat ini benar-benar kosong, ingin memiliki seseorang seperti Mikiya. Di saat inilah, Fujo mulai merasa ingin hidup. "Aku ingin dia membawaku bersamanya." Sang kupu-kupu mulai belajar terbang.
Fujo ingin mencari perlindungan dan ingin mengisi kekosongannya dengan orang seperti Mikiya. Dan setelah orang yang dijenguk Mikiya pun sembuh, Mikiya semakin tak pernah pergi dari sisi orang itu. Sang Capung tak pernah berhenti dan tak pernah lelah mengepakkan sayapnya.
Dan saat itulah Fujo kembali jatuh tunduk pada penyakitnya. Fujo juga tak mungkin memaksa Mikiya seperti itu, Mikiya yang begitu giat mengejar tujuan hidupnya. Dan tak ada orang lain yang bisa membuatnya terkagum seperti itu selain Mikiya. Sang kupu-kupu akhirnya kelelahan dalam mengepakkan sayapnya. Pada akhirnya tak ada yang bisa dia lakukan. Bahkan usahanya untuk ikut terbang bersama Mikiya pun gagal. Dan dia juga tak bisa merenggut nyawa Mikiya untuk memaksanya bersamanya.
Kemudian saat dia mendapat tubuh kedua. Di mana kesadarannya berada di langit, menatap ke bawah, ke pemandangan yang selama ini selalu dilihat Fujo. Namun tetap saja, tubuh kedua itu hanya bisa berada di langit, bahkan tak memiliki wujud fisik. Tak bisa ikut terbang bersama dengan Mikiya, maka Fujo mencoba menarik para anak-anak gadis SMA ke gedung. Fujo sendirian. Dia hidup di dunia ini tapi tak ada yang memperhatikannya. Jadi Fujo memanggil mereka. Bisa kita lihat di adegan di mana seorang gadis yang melompat ke bawah itu tampak tanpa emosi, atau kosong, seolah-olah mereka dikendalikan untuk melompat. Memang Fujo lah yang membuat para gadis ini jatuh ke bawah, tapi tidak sepenuhnya itu karena Fujo.
Kita kembali lagi ke pembahasan tentang Insting Kematian, dengan pemahaman lebih dalam dan apa yang ingin dituangkan dan disesuaikan oleh Nasu di dalam cerita, dibandingkan sebelumnya:
Fujo hidup sendirian di rumah sakit. Kesehariannya hanya melihat ke luar. Pemandangan itu indah, tapi pemandangan dunia luar itu sama sekali 'tidak menganggapnya'. Dunia seluas itu tidak menganggapnya. Nah, Fenomena Tempat Tinggi itu sendiri, adalah saat kita melihat ke bawah dari tempat yang sangat tinggi, dan melihat betapa luasnya dunia. Seperti yang dijelaskan Touko, rasanya kita tidak seperti tinggal di dalamnya. Rasanya kita hanya bagai lalat kecil saat melihat ke dunia yang kita tinggali itu. Di saat itulah kita merasakan kekosongan, kehampaan dari diri kita sendiri.
Kehampaan dan kekosongan ini merupakan rata-rata hal yang menyebabkan orang memutuskan bunuh diri. Mereka merasakan beban berat dari hidupnya dan merasa hidupnya tak berguna sama sekali dan memutuskan untuk mati saja daripada hidup begini. Tapi para gadis SMA ini dikendalikan oleh Fujo. Dan pada akhirnya mereka jatuh ke bawah, dan bentuk rekaman mereka yang tak punya arti hanya melayang di sana.
Karena kekosongan ini, maka berarti itu tak ada artinya. Dan ini sangat sesuai dengan metafora melayang. Fujo dan 'bentuk rekaman' para gadis SMA yang tampak seperti 'hantu' hanya melayang di atas gedung Fujo. Adapun, satu hal yang saya dapati tentang alasan mengapa Fujo menarik gadis SMA: Fujo sudah 10 tahun mengidap penyakitnya. Kemudian kita lihat foto yang ada di ruangannya, terliaht dirinya memakai baju SMA. Jadi bisa kita anggap kalau Fujo mulai mengidap penyakitnya saat SMA. Nah, meski sudah 10 tahun pun, Fujo tetap menginginkan seseorang yang masih duduk di bangku SMA. Yang mana hal ini semakin menguatkan dirinya yang melayang, yang sama sekali tak ada perubahan dalam dirinya walau sudah 10 tahun.
Seperti yang Touko sebutkan, ada dua jenis pelarian, yaitu melayang (tanpa arti) dan terbang (dengan arti). Touko bilang begitu karena Fujo sedang berada di ambang untuk memilih dua keputusan itu saat itu juga. Itu karena Fujo melihat Mikiya, yang memiliki tujuan hidup. Kalau dia memilih terbang, maka dia akan memilih tetap menjalani hidup sambil terus kesepian. Kalau dia memilih melayang, berarti dia akan mengakhiri hidupnya untuk mengakhiri penderitaannya.
Di konfrontasi tubuh keduanya Fujo dan Shiki, di sini Shiki menusuk, dan membunuh tubuh kedua Fujo.
Sementara itu, tubuh asli Fujo, yang sudah kehilangan penglihatannya, merasakan sensasi kematian yang diberikan Shiki ini. Fujo tak punya apa-apa dalam hidup, dan tak akan ada yang mengubah dirinya. Dia merasakan sensasi kematian itu indah dan hanya itu yang dia miliki, bersama dengan pemandangan dunia dari atas yang selalu menemaninya. Jadi dia memutuskan untuk jatuh sambil 'melihat' pemandangan dari atas untuk merasakan sensasi itu kembali.
Itulah bentuk pelariannya. Sang kupu-kupu jatuh.
Saat Mikiya menceritakan tentang mimpi capung dan kupu-kupu ini, Mikiya bilang, kalau saja si kupu-kupu tidak mencoba belajar terbang dan terus melayang, pasti dia tidak akan kelelahan dan jatuh mati. Tapi walau tahu dia lemah, dia terus mencoba mengepakkan sayapnya.
Itu artinya, seandainya Fujo tidak melihat Mikiya, maka pasti Fujo tak akan pernah tersadarkan sesuatu dan hanya akan terus terbaring, dan tak pernah terpikirkan untuk berusaha dalam hidup. Tapi hal itu juga salah. Mari kita anggap ini sebagai hal yang nyata. Kita sebagai manusia tak bisa dan tak boleh membiarkan orang yang kehilangan harapan begitu saja, dan tak membantunya. Kita dekati dia, hibur dia, dan bantu dia untuk mendapatkan harapannya kembali. Kita beri dia semangat untuk tegar dalam kehidupannya. Tapi di kasus ini, sayangnya, Mikiya bahkan tidak tahu tentang keberadaan Fujo di rumah sakit. Kalau saja Mikiya tahu! Kalau saja sang Capung membantu sang kupu-kupu untuk terbang. Maka Fujo tak akan begitu kehilangan harapan dan memutuskan untuk 'jatuh'!
Ada satu adegan, di mana Shiki meminta pendapat tentang bunuh diri pada Mikiya. Kata Mikiya, andaikan dirinya mengidap virus mematikan yang menular dengan sangat cepat, maka dirinya akan memiliki dua pilihan, memilih untuk bunuh diri agar tidak menular ke orang lain, atau memilih untuk tetap hidup dengan resiko menularkannya ke orang lain. Mikiya menganggap dirinya lemah, karena dia tidak akan kuat menanggung beban untuk menularkannya ke orang lain. Maka dia akan memilih untuk bunuh diri. Sama halnya seperti Fujo, dia mengatakan dirinya lemah. Jadi dia tak mau lagi berada di kekosongan tanpa arti dalam kesendiriannya. Dan melarikan diri dari beban yang berat.
Tapi saat itu Shiki bilang pada Mikiya, "Kau berbeda." Maksudnya, Mikiya bukanlah orang yang lemah. Mikiya bisa membuat takjub Fujo. Tapi Mikiya sendiri tak tahu itu kenapa. Dia tak menyadarinya.
Apalagi kalau kita amati, Mikiya ini begitu menggemari boneka kosong yang tak memiliki nyawa. Kalau begitu, karena dia menyukai boneka, apakah karena Mikiya juga orang yang 'kosong'? Tapi walau begitu, Mikiya sangat antusias untuk mencari pembuat boneka yang sangat mirip dengan Shiki itu walaupun Shiki masih dalam keadaan yang kosong. Mungkin karena itulah kesadaran Mikiya dapat diambil oleh Fujo, dan membuat tubuh fisiknya menjadi kosong. Namun Fujo tak bisa merenggutnya karena masih ada tujuan hidup di dalamnya. Bahkan Mikiya ini sendirilah yang mendukung Shiki untuk tetap hidup. Maksudnya?
Well, sebelumnya Shiki dikatakan dulunya seperti cangkang kosong. Layaknya orang mati.
Kemudian, saat berhadapan dengan Fujo, Shiki bilang kalau dia masih belum tahu rasanya hidup itu seperti apa, bahkan penderitaan hidup pun dia masih belum merasakannya, yang sampai membuat Fujo semakin kesal dan iri (yeah, itu cara bicara yang sangat salah saat berbicara dengan orang yang sangat menderita seperti Fujo). Itu artinya, masih belum lama ini Shiki tidak menjadi cangkang kosong lagi. Dan memberikan kesan seperti Shiki ini terlahir kembali.
Saat Mikiya membelikan es krim stroberi, sudah saya bilang kalau stroberi ini menyimbolkan kelahiran kembali, kan? Tapi mungkin secara sederhananya, es krim itu dingin, sama seperti Shiki yang bersikap dingin wkwkwk. She's Kuudere, after all.
Karena Shiki tak tahu rasanya hidup dan rasa sakit, itu berarti bisa dibilang Shiki masih menjadi pribadi yang cukup kosong.
Kita ambil contohnya, kamar apartemennya. Bukankah terasa tidak hidup sama sekali? Cuma ada telepon, kasur, kulkas, kamar mandi, dan lain-lain. Cuma ada barang-barang kebutuhan primer. Dan rasanya kamarnya hampa sekali. Yang memperkuat bagaimana Shiki ini belum tahu rasanya hidup.
Lalu kita lihat isi kulkasnya. Isinya cuma botol air mineral. Tak memiliki warna, tak memiliki rasa.
Kosong.
Hingga akhirnya datanglah Mikiya, yang kita perhatikan, seolah-olah berusaha memberikan warna kepada kehidupan Shiki. Mulai dari 'harus mengunci pintu', kemudian 'membeli es krim stroberi'. Itu semua bisa dibilang adalah usaha Mikiya untuk memberi warna dan mengisi kekosongan pada kehidupan Shiki.
Shiki mungkin seperti bayi yang bertubuh dewasa, tapi dia setidaknya tahu cara dasar untuk hidup, dan dia juga memiliki rasa peduli disamping sikap dinginnya. Bahkan saat berhadapan dengan Fujo, Shiki bilang kalau dia sudah mengenal Mikiya duluan daripada Fujo.
Secara pelan-pelan, kekosongan dalam dirinya diisi oleh Mikiya, dan pelan-pelan juga Shiki mulai menyadarinya dan yang setidaknya memberikan alasan baginya untuk melakukan sesuatu dalam hidupnya.
Fujo. Orang yang tak punya apa-apa dalam hidupnya dan tak bisa lagi mendapatkan hal yang membuatnya untuk hidup.
Shiki. Orang yang masih belum tahu apa-apa dalam hidupnya, namun tetap berusaha untuk menjalaninya.
Dua orang ini cukup sama. Kosong.
Namun yang membedakannya adalah tujuan hidup.
Yang menunjukkan perbedaan Shiki dan Fujo dengan jelas, adalah saat Shiki memakan es krim walaupun cuma pake satu tangan. Ini menunjukkan usaha yang keras dari Shiki walaupun memiliki kekurangan yang merepotkan. Memang skala kekurangannya berbeda jauh, tapi itu tetap harus diperhatikan. Bagaimanapun skalanya, jika seseorang memiliki kekurangan atau disabilitas fisik dan mental, itu akan sangat memengaruhi hidup seseorang.
Dan kemudian, kita lihat kalau Shiki entah mengapa bisa mencekik tubuh kedua Fujo yang tanpa fisik. Ini menunjukkan kalau orang seperti Shiki itu lebih kuat daripada Fujo, yang lemah.
Namun yang terpenting adalah, Fujo tak punya orang di sisinya, dan Shiki punya orang, yaitu Mikiya di sisinya.
Di film pertama ini kita diberikan shot close-up mata. Mulai dari mata Shiki di paling awal. Kemudian mata Fujo saat terbangun setelah tubuh keduanya dibunuh Shiki. Dan kemudian mata Mikiya saat kesadarannya kembali.
Kalau kita perhatikan, mata Shiki ini 'bland', kosong gitu ya. Kayak masih terasa kurang hidup matanya. Mengingat keadaannya saat ini ya.
Lalu mata Fujo yang buta dan tak berwarna. Ini juga menunjukkan kalau Fujo saat ini benar-benar sudah tak punya apa-apa lagi.
Lalu Mikiya yang terlihat begitu indah dan bagus. Yang menunjukkan dirinya yang memang punya warna dan tujuan dalam hidupnya.
Man... kisah Fujo ini tragis. Depressing banget. Tolonglah, Nasu. Berikan dia sosok seperti Mikiya. Lagipula, manusia itu makhluk sosial.
Goddamn... i'm crying.
Shiki bilang saat Fujo jatuh, dirinya bagaikan bunga lili atau bunga bakung.
Bunga bakung sendiri menyimbolkan tentang kesucian dan kemurnian, dan juga menyimbolkan tentang kefeminiman. Yang artinya ini juga cinta tulus kepada Mikiya. Lili juga bisa menyimbolkan kesetiaan. Di mana Fujo tak bisa merenggut kesadaran Mikiya, walaupun cintanya itu hanya bertepuk sebelah tangan. Dan terakhir, bunga bakung juga menyimbolkan: Kelahiran Kembali.
Saat Fujo sedang memikirkan cara pelariannya, kita bisa memperhatikan monolognya: "Kilatan yang kurasakan saat itu menusuk ke dadaku. Deburan arus kematian dan detak kehidupan. Kematian yang menusukku seperti jarum, seperti pedang, seperti kilat. Jadi aku ingin merasakannya sedekat mungkin."
Sensasi kematian yang diberikan Shiki itu bersamaan dengan rasa kematian dan rasa kehidupan. Dia merasa seperti terlahir kembali saat kesadarannya telah kembali ke tubuh asalnya. Dan dia ingin merasakan kedua rasa kematian dan kelahiran kembali itu lagi.
Dan saya harap, di dalam situ, Fujo bisa merasakan kebahagiaan di dalamnya. Melepas beban sakit. Terlahir kembali dengan lebih bahagia.
Di credits scene, Touko dan Azaka (adiknya Kokutou), datang melihat langsung ke TKP.
Azaka bilang kalau dia tidak mengerti mengapa ada orang-orang mengakhiri hidupnya sendiri. Apa yang dia maksud adalah, memang bunuh diri itu adalah bentuk pelarian dari penderitaan hidup, tapi hidup itu isinya tidak cuma penderitaan. Ini memang terkesan kekanakan, tapi saya juga terkadang berpikir begitu, karena pasti ada kebahagiaan di dalam hidup ini. Just keep optimist.
Kemudian Touko yang berpikir kalau mengakhiri hidup itu sangat disayangkan selama kita masih memiliki sebuah nilai. Setidaknya janganlah mengakhiri hidup kalau masih memiliki hubungan dengan dunia. Masih ada hal yang bisa kita kerjakan, masih ada keluarga, dan hal-hal lain. Mungkin begitu maksud Touko.
Pada akhirnya, Nasu tak membuat diskusi mengenai bunuh diri hanya dengan satu pendapat di dalam cerita ini. Nasu menuangkannya dengan berbagai pendapat dan perspektif karena manusia itu gak cuma satu macam, dan meminta kita untuk mengumpulkan setiap satu pendapat itu dan kita simpulkan sendiri.
Dan... izinkan juga saya memberi pendapat. Dan mungkin saya bakal terkesan menceramahi. Tapi begitulah cara hidup saya.
Well, yang terpenting jangan biarkan diri kita kosong. Apabila hidup kaya begitu-begitu aja, maka hidup kita tak ada artinya. "Get a life!" gitu yang sering saya dengar. Dan hidup kaya begini bisa mengisolasi diri kita.
Ibaratkan kita melamun, yaitu di mana pikiran kosong dan melayang entah ke mana, di sini kita gampang kemasukan yang namanya setan, gampang yang namanya kemasukan pikiran negatif.
Dan yang terpenting, cari teman yang positif, karena itu bisa membuat kita juga jadi pribadi yang positif.
Dan jika mempercayai Tuhan dan memeluk agamanya, maka selalu ingatlah dia di kala kesusahan.
Cari cara apapun agar tidak ditelan oleh hal-hal negatif yang akhirnya bisa membunuh kita sendiri.
Yes, saya juga punya kekurangan dalam hidup saya. Kekurangan yang sangat membebani saya. Ada kalanya saya jatuh dan pasrah. Tapi untungnya saya bisa bangkit, menghadapinya, dan terus positif.
Setelah melakukan analisis dan ikutan dalam diskusi yang panjang ini, cerita pertama Kara no Kyoukai ini membuat saya sadar akan banyak hal.
Dunia ini luas dan dipenuhi oleh orang-orang. Dunia juga, selalu memiliki dualitas. Hidup di dunia ini tak pernah lepas dari kebahagiaan dan penderitaan. Manusia-manusia yang hidup di dalamnya pun, ada yang hidup dengan sangat bahagia, dan ada yang hidup dengan sangat menderita.
Lewat film ini, saya belajar untuk tidak menjadi orang yang ignorant atau cuek. Sebahagia-bahagianya kita menjalani hidup dan melihat dunia yang cerah, di belakang kita, di sisi yang tidak kita sadari, ada banyak orang yang menderita dan kesusahan dalam menjalani hidup mereka. Sebisa mungkin, kita lihat mereka dan bantu mereka. Dan saat kita dibantu oleh seseorang, maka kita juga curahkan cerita penderitaan kita, karena hal itu bisa melegakan diri kita dan membuat orang lain juga paham dengan kondisi kita.
Terbang. Melayang. Jatuh.
Izinkan saya jelaskan ini sekali lagi sekaligus menyimpulkannya dengan merefleksikannya dengan kehidupan nyata.
Dan opening credit yang menampilkan ini merupakan salah satu opening terbaik yg pernah saya liat, karena terasa begitu misterius sekaligus menyentuh hati, plus musik dan nyanyiannya yang benar-benar membuat saya jadi duduk terpaku untuk sepanjang film. Plus, foreshadowing ke akhir hidup Kirie Fujo.
Kita hargai hidup kita dan jalani dengan sepenuhnya. Itu adalah terbang. Hidup tak pernah lepas dari dualitas kebahagiaan dan penderitaan. Tapi kalau kita benar-benar terbang, maka apapun itu kita hadapi, segala rintangan, segala kelemahan, dan semuanya.
(Well, for this part. Saya ini orangnya pemalu dan cukup sensitif. Jadi saya bisa saja kelewat overthinking memikirkan apa yang harus saya lakukan saat menghadapi orang-orang dan akhirnya malah tak melakukan apa-apa, yang membuat saya cukup sulit untuk melakukan ini.)
Hidup dengan melayang, berarti hidup yang kosong, tanpa tujuan, tanpa arti, dan tanpa ada usaha apapun. Kalau hanya melayang, maka kita hanya mengikuti tiupan angin ataupun aliran air dengan mudahnya. Entah kita diputar-putar dalam keganasan puting beliung atau ditenggelamkannya. Tanpa ada usaha untuk menantangnya seperti kehidupan yang terbang. Di kondisi ini, biasanya selalu dibayang-bayangi oleh pikiran yang negatif, dan membuat kita semakin tak punya kemampuan untuk mengepakkan sayap untuk maju dengan keinginan sendiri.
Maka untuk mengepakkan sayap kita, kita perlu mencari tahu apa arti kita hidup, apa arti kita dilahirkan, mengalahkan kelemahan kita, dan menjalaninya dan menentang apapun rintangannya. Karena apa? Hidup tak pernah lepas dari dualitas. Dan pasti kita akan mengalami kedua hal itu. Dan Tuhan punya rencana atas semuanya.
Dan kalau kita yang sedang tumbang dalam hidup, dan pikiran negatif semakin memenuhi hati, maka ini adalah fase yang saya sebut 'Jatuh'. Yang kemudian di sini membuat kita mengakhiri hidup kita sendiri. Seperti yang kita sebutkan sebelumnya, semakin lama melayang itu semakin mengundang pikiran negatif. Yang mana akhirnya pikiran negatif ini layaknya tubuh kedua Fujo yang menarik para gadis SMA yang layaknya diri kita yang melayang dan mengundang kita untuk mengakhiri hidup kita sendiri. Kembali lagi kita membicarakan tentang karakter Kirie Fujo:
Fujo, adalah nama keluarganya, yang memiliki arti "merusak". Dan "merusak" ini merupakan salah satu golongan dalam "mengutuk". Yes, hal ini cuma dijelaskan di novelnya. Nah, orang-orang yang sudah tumbang dalam hidup ini, bisa jadi menjadi seseorang yang membenci dunia. Ada banyak orang di luar sana, tapi tak ada yang memperhatikannya, dan mereka hanya hidup dengan bahagianya. Di sini bahkan mereka menganggap dirinya yang paling menderita di dunia. Inilah yang terjadi bila pikiran negatif telah menyelimuti. Kirie Fujo yang 'menculik' kesadaran Mikiya, dan 'menarik' para gadis SMA, ini adalah wujud kebenciannya dan keiriannya yang dirinya tidak sadari. Tentunya kebencian dan keirian ini akan semakin mendarah daging apabila dibiarkan. Hmm... kalau dipikir emang saya pernah begini tapi untungnya gk terlalu saya gubris.
Saat sudah di kondisi ini, kita bantulah mereka. Tapi yang berada di kondisi ini pun juga harus punya rasa ingin berubah dan belajar mengepakkan sayap juga.
Hal terpenting yang saya pahami dari apa yang Nasu ingin sampaikan di seri Kara no Kyoukai, adalah cara untuk menghargai hidup. Hal ini saya akui belum terlalu didalami di cerita pertama, tapi di sepanjang seri saya lebih memahami tentang hal ini.
Setelah diskusi panjang ini, betapa menyegarkannya penutup film ini (walau masih ada credits scene setelah lagu penutup).
Saat Mikiya berkata pada Shiki kalau dia harus perbaiki kata-kata dan sikapnya karena Shiki itu adalah perempuan. Itu benar-benar menyentuh pada Shiki walaupun kata-kata balasannya tetap dingin seperti biasanya. Dan kita lihat Shiki yang blushing UwU >//<
Lalu berputar lagu penutup dari Kalafina yang berjudul "Oblivious" yang artinya terlupakan atau tidak sadar. Dan yap, liriknya itu sesuai banget dengan jalan ceritanya. Dan lagunya enak banget.
Dan kita mendapatkan preview mengenai cerita keduanya. Dan kelihatannya ini bakal nyeritain asal usul Shiki. Yap, prekuel. Jadi di episode selanjutya kita akan lebih mengenal dengan Shiki.
-
Ulasan Lanjutan dan Akhir Kata
-
Well, saya akui memang buaaannyak banget tema yang disumpal Nasu untuk cerita pertamanya. Apalagi baik di novel dan filmnya, tidak terlalu diberikan penjelasan dalam, hanya sekedar penjelasan dasar.
Gaya directingnya bisa dikatakan seperti: "show, don't tell". Tunjukkan saja, jangan banyak cakap.
Hal ini kebanyakan dilakukan untuk cerita mature/dewasa. Tema yang dimasukkan pun memang tema yang berat.
Kebanyakan penonton pertama tidak akan langsung bisa menangkap semua ini, dan alhasil banyak yang kebingungan. Namun bisa dijaminkan kalau semakin kita mengikuti cerita selanjutnya, maka kita akan memahami pelan-pelan tema yang dibawakan di cerita pertama ini. Dan walau sulit dicerna, tapi setidaknya cerita pertama bisa memperlihatkan dasar dari konsep dan temanya dengan cukup jelas untuk kemudian lebih didalami di cerita selanjutnya. Dan saat kita sudah menyelesaikan semua filmnya, dan kembali menonton dari pertama, barulah kita bisa lebih memahami apa yang diceritakan di cerita pertama.
Saya bilang untuk cerita pertamanya, tidak usah baca versi novelnya, karena adaptasi filmnya kelewat bagus dengan beberapa penambahannya. Namun itulah, di versi novel penjelasannya lebih banyak dibanding filmnya.
Dan apa yang membuat ufotable sangat berhasil mengadaptasi cerita pertama ini walau secara urutan kronologis adalah bukan yang pertama, adalah bagaimana cara memperkenalkan dunianya yang supernatural, dengan tone tone yang horor dan gelap. Mulai dari hantu-hantuan, kemudian mata Shiki yang bisa menebas hantu. Kemudian tema bunuh diri di cerita pertama ini menurut saya lebih dark daripada penampilan tema pembunuhan di cerita kedua yang merupakan urutan pertama secara kronologis, dan cerita kedua pun tak terasa begitu supernatural.
Apalagi menurut saya, film pertama ini adalah film yang paling atmospheric-penuh atmosfir mencekam daripada film-film lainnya. Pintu gerbang yang cocok untuk tema-tema gelap yang ada di cerita-cerita selanjutnya.
Dan mengenai hubungan Shiki dan Mikiya, di sini kita hanya cuma dapat sedikit sekali background. Dan saat kita menonton cerita keduanya yang merupakan prekuel, kita akan lebih merasa penasaran tentang bagaimana awal hubungan mereka ini.
Jujur, saya amazed banget sama kekayaan tema, diskusi, simbolisme, dan filosofi yang dituang dalam film pertamanya. Begitu saya analisis, begitu saya mengaguminya. I can't help but POG.
Tapi karena emang cara pengangkatannya yang kurang penjelasan, saya cukup kewalahan dalam menganalisisnya. Apalagi menuliskannya. Saya sampai 3 kali menulis ulang wkwk. Dan hasilnya tetap muter-muter. Tapi mau berapa kali diputar pun, memang niatan saya agar tulisan ini bisa lebih dicerna daripada penjelasan di filmnya:v Karena topiknya juga merupakan hal yang sensitif yang harus hati-hati saya tuliskan.
Nah karena itu, bila kalian punya pendapat tentang hal itu, silahkan tuangkan dan kita bicarakan agar bisa saling memahami.
Kalau begitu sampai di sini saja.
Terima kasih untuk yang sudah membaca sampai akhir.
Saya harap bisa tersampaikan.
fucking light novel shit wkwkw
BalasHapus